Sumut, Sinarglobalnusantara.com-
PTPN IV Kebun Bahjambi, sebagai salah satu entitas perkebunan besar di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.tentu memiliki sejarah panjang dalam interaksinya dengan masyarakat sekitar. Namun, tidak semua interaksi tersebut berjalan positif. Menjelang berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) pada tahun 2026, penting untuk meninjau kembali sederet preseden buruk yang telah terjadi, sebagai bahan pertimbangan krusial dalam menentukan apakah HGU tersebut layak diperpanjang atau tidak.
Lalu,bagaimana sih PTPN IV kebun Bajambi di tengah masyarakat? jawabnya berikut sejumlah Preseden buruk PTPN IV kebun Bahjambi dirangkum Sinar Global Nusantara berdasarkan hasil investigasi dan berbagai sumber terpercaya.
Tragedi Kemanusiaan: Dugaan Sewa Blok dan Kematian Warga
PTPN IV unit Bahjambi kembali menjadi momok yang sangat menakutkan di benak masyarakat setelah gempar kasus korban Boni warga Huta Korem, Nagori Mekar Bahala, kecamatan Jawa Maraja Bahjambi, Simalungun, yang meninggal dunia diduga dianiaya setelah tertangkap tangan melakukan pencurian sawit demi menghidupi anak anak dan istrinya yang sedang hamil tua, kasus ini pun mengungkap cerita buruk yang enggan dijawab manajemen, seperti adanya dugaan praktik sewa blok di Afdeling ll dengan bukti transfer uang kepada oknum pencuri sawit kepada pekerja PKWT yang diperbantukan menjadi Panswakarsa oleh manajemen.
Selain itu terungkap kebijakan penggunaan pengamanan tambahan atau Pamswakarsa yang diduga tidak pernah melakukan pelatihan dari pihak kepolisian atau instansi terkait yang berujung puncak kematian korban Boni. Manajemen pun diduga meredam kasus tersebut dengan sejumlah iming iming pada keluarga korban, padahal kuat dugaan ada sesuatu hal yang lebih besar coba ditutupi pihak perkebunan. Klarifikasi semua hal tersebut pun sangat sulit kepada pimpinan kebun Bahjambi, mengingat Manajer M Reza Haris Siregar dan Asisten Kepala Rahmad, selalu bungkam beberapa kali dikonfrimasi.

2.Konflik Lahan dan Dampaknya
PTPN IV kebun Bahjambi pun lagi lagi menjadi momok yang begitu mengerikan di tengah masyarakat, konflik lahan menjadi isu klasik yang kerap mewarnai hubungan antara PTPN IV Kebun Bahjambi dengan masyarakat hingga saat ini. Klaim tumpang tindih lahan, sengketa batas wilayah,telah menimbulkan luka mendalam bagi masyarakat. Dampaknya tidak hanya dirasakan secara ekonomi, tetapi juga identitas kultural mereka.
Sering terjadi benturan keras yang cukup dahsyat antara perkebunan dengan masyarakat sekitar, seperti yang terjadi antara pihak perkebunan Bahjambi dengan masyarakat Nagori Mariah Jambi, sudah berlangsung puluhan tahun, sejumlah 147 Kepala Keluarga berseteru dengan PTPN IV kebun Bahjambi dalam memperebutkan lahan seluas 200 Hektar. menurut masyarakat lahan seluas 200 Hektar adalah milik masyarakat dengan alas hak SK. Bupati No. 1/II/10/LR/68 tanggal 14 September 1968. Sedangkan perusahaan mengklaim lahan tersebut milik PTPN IV berdasarkan surat HGU dengan posisi di Afdeling ll.Mirisnya dalam bentrok sekitar Tahun 2023 lalu anak anak pun jadi korban, sejumlah 2 orang pelajar dilaporkan mengalami luka luka.

Selain permasalahan lahan, PTPN IV kebun Bahjambi juga pernah berseteru dengan Warga Nagori Moho, Kecamatan Jawa Maraja Bahjambi, Simalungun, puncaknya warga demo turun kejalan pada 14 September 2021 karena puluhan ternak milik warga mati diduga diracun dan dibacok pihak perkebunan.Dari peristiwa peristiwa besar ini acap kali masyarakat menangis histeris merenungi nasib, bahkan ada juga yang tersandung hukum akibat dianggap melakukan tindak pidana atau kriminal.
3.Sumbang Kerusakan Alam dan Dampak Negatif pada Lingkungan Hidup
Selain konflik lahan, praktik perkebunan yang tidak ramah lingkungan juga menjadi salah satu preseden buruk perusahaan, kebun Bahjambi pun diduga menjadi salah satu yang paling bertanggung jawab atas kerusakan alam disekitar Sungai Bah Bolon, aktivitas Galian C Ilegal tepatnya di Afdeling l telah beroperasi bertahun tahun, sering buka tutup ketika wartawan menyoroti Galian C tersebut dengan keterlibatan pihak manajemen,namun selalu buka kembali.
Meskipun sangat merusak alam dan mengganggu Tanaman Milik perusahaan, Galian C ilegal yang secara geografis berada di Nagori Bahjambi ini pun seolah olah mendapatkan restu dari pihak manajemen perkebunan Bahjambi,pasalnya akses satu satunya menuju Galian C tersebut hanya dari jalan milik perusahaan.Berdasarkan investigasi team SGN dilapangan ditemukan ratusan meter Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Bah Bolon yang berbatasan langsung dengan lahan HGU PTPN IV kebun Bahjambi sangat rusak parah, 60 hingga 100 meter batu padas dari palung sungai pun sudah dibabat habis hingga seperti danau, diduga pengelola Galian C ilegal pun sudah main mata dengan manajemen hingga mendapatkan ijin jalan, Memang semenjak diberitakan media Sinar Global Nusantara beberapa bulan lalu, aktivitas Galian C ilegal tersebut pun kabarnya langsung ditutup perusahaan. tetapi kondisi DAS Sungai Bahbolon saat ini, tentu mengancam keberlangsungan generasi mendatang, gundul nya DAS akan berpotensi sebabkan banjir dimasa mendatang.
4. Dugaan Arogansi Manajemen Sebabkan Hubungan Sosial Yang Buruk Dengan Masyarakat, Lansia dan Anak-anak Jadi Korban
PTPN lV kebun Bahjambi pun diketahui sangat arogan dan memiliki hubungan yang buruk dengan masyarakat. Salah satu kasus yang terpublikasi ke permukaan, Pada 5 Maret 2024 lalu, pimpinan perkebunan Bahjambi menangkap 2 orang lansia suami istri warga Nagori Moho karena mengambil sapu lidi di areal perkebunan tepatnya di Afdeling ll, ke 2 lansia tersebut pun langsung digiring ke kantor Korkam, setelah berjam-jam selanjutnya dilaporkan ke Polsek Tanah Jawa, peristiwa tersebut pun sempat viral di media sosial,dan akhirnya Polsek Tanah Jawa menolak laporan pihak perkebunan.
Dikutip dari akun media Humas Polres Simalungun 6 Maret 2024, Pihak kepolisian melalui Kompol Manson Nainggolan menghubungi Manager PTPN IV Bah Jambi dan menekankan pentingnya asas kemanfaatan dalam penegakan hukum. Ia menyampaikan bahwa tindakan hukum terhadap pasangan lansia tersebut tidaklah pantas, mengingat usia dan sisi kemanusiaan, kepolisan juga menjelaskan bahwa tuduhan perusakan tidak memenuhi unsur yang cukup untuk dibuktikan, karena tidak menyebabkan kerusakan signifikan pada tanaman sawit,dan akhirnya ke 2 lansia tersebut dilepaskan saat itu.

Sikap arogansi manajemen dan hubungan buruk pihak perkebunan Bahjambi dengan masyarakat juga diperkuat atas statement salah satu tokoh masyarakat, dikutip dari media sosial seorang Pejabat Pemerintah Desa yang berdampingan dengan PTPN IV Regional II Unit Bahjambi, sebelum insiden dugaan sewa blok berujung maut yang mengakibatkan meninggalnya korban Boni, manajemen Kebun Bahjambi memiliki reputasi buruk atas pendekatannya terhadap masyarakat.
Dalam unggahannya, pihak keamanan dinilai sangat tegas dan tanpa kompromi dalam menangani pelanggaran kecil. Banyak laporan menyebutkan bahwa individu rentan, seperti lansia yang mengambil sapu lidi seberat 3 kg atau anak di bawah umur yang mengumpulkan 1 kg brondolan sawit, langsung diserahkan kepada pihak berwajib tanpa upaya pembinaan atau mediasi terlebih dahulu. Pendekatan yang kaku ini seringkali menimbulkan persepsi ketidakadilan di kalangan masyarakat sekitar.
Ironis memang jika melihat wajah perkebunan PTPN IV PalmCo seperti itu, seperti penuh kemunafikan saja dalam menjalankan roda bisnis perusahaan, bayangkan saja jika masyarakat kecil yang tertangkap tangan memungut brodolan buah sawit yang tercecer di lahan HGU perusahaan, langsung berhadapan dengan tindakan tegas aparat keamanan. Bak malaikat penegak kebenaran, mereka sigap mengejar, menangkap, dan melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.
Namun, pemandangan kontras terlihat jelas pasca panen,brodolan yang bertaburan hasil dari kelalaian dan sistem panen yang buruk dibiarkan begitu saja. Berdasarkan investigasi wartawan (16/08/2025),di area HGU PTPN IV Regional ll Unit Bahjambi, tepatnya di Afdeling ll Blok 4 hingga Blok 9 tanaman tahun 2017, yang secara geografis terletak di Kecamatan Jawa Maraja Bahjambi, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.Diperkirakan ratusan kilogram brondolan tidak dipungut pasca panen, ada di piringan tanaman dan ada juga di TPH, Cukup prihatin melihat hasil produksi ini terbuang begitu saja, Sepertinya lebih baik membusuk dan menjadi gulma baru daripada untuk masyarakat.

Minimnya Kontribusi Positif bagi Masyarakat
Keberadaan PTPN IV Kebun Bahjambi seharusnya memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Namun, kenyataannya, kontribusi tersebut masih sangat minim. Program-program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dijalankan diduga seringkali tidak tepat sasaran dan tidak berkelanjutan. Masyarakat merasa bantuan bersifat seremonial, tidak berkelanjutan, dan tidak dirasakan secara nyata oleh warga sekitar kebun.
Momentum Menuju Perubahan
Beberapa preseden buruk lain mungkin masih banyak ditemukan jika dilakukan investigasi lebih mendalam, Tentu menjelang berakhirnya HGU pada tahun 2026, inilah momentum yang tepat untuk melakukan perubahan mendasar, Pemerintah kabupaten Simalungun dan Pemerintah Pusat diharapkan dapat mengambil langkah tegas untuk tidak memperpanjang HGU tersebut dan mengembalikan lahan kepada rakyat. Keputusan terkait perpanjangan HGU PTPN IV Kebun Bahjambi harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan komprehensif. Sederet preseden buruk yang telah terjadi harus menjadi pelajaran berharga.Tentu dengan menghentikan perpanjangan HGU dan mengembalikan lahan kepada rakyat, diharapkan dapat tercipta keadilan, kesejahteraan, dan keberlanjutan lingkungan di Simalungun.(SGN/R01)
Discussion about this post