Sumut, Sinarglobalnusantara.com-
Terkait keluhan petani Siantar-Simalungun soal keterlambatan PT.Bumi Sari Prima membayarkan uang ubi petani dan dugaan pemberian harga dibawah ketetapan pemerintah,DPRD Sumatera Utara akan memanggil pengusaha dan petani.Hal tersebut diungkapkan Gusmiyadi SE,Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Gerindra saat dikonfirmasi wartawan Rabu (07/05/2025).
“Ya yang pertama,kami sudah mendapatkan keluhan dari petani ubi di Simalungun itu sekitar 1 bulan yang lalu.Dan kemudian kami memfollow up apa yang menjadi keluhan itu untuk kemudian kami memanggil beberapa folder terkait,untuk membicarakan soal itu di DPRD Sumatera Utara.dan dari sana kita mendapatkan fakta bahwa petani kita bahkan saat ini menerima hasil panen dari ubi kayu itu harga per kilonya sampai pada titik nadi ya diangka 750 rupiah .Karena kemudian di agen mereka harus Store itu di angka 900-an.Tapi kemudian ada upah cabut, ini angkanya ya variatif,tapi kemudian mereka sebenarnya hari ini bisa terima di harga 700 an”ujar Gusmiadi.
Lebih lanjut wakil rakyat yang sering blusukan ke lapangan untuk bertemu para petani dan peternak ini mengatakan akan mendorong dinas dinas terkait untuk menindaklanjuti perihal tersebut,”Kita mendorong dinas terkait Perindustrian dan Perdagangan ,kemudian juga Tanaman Pangan Ketahanan Pangan dan Holtikultura untuk melakukan tindak lanjut terhadap apa yang hari ini menjadi keluhan pertanian ubi”katanya.
Sesuai pengakuan tokoh muda yang sering dipanggil Bung Goben ini akan segera panggil pabrik pabrik dan konsolidasi perihal tersebut “Dalam waktu dekat akan dikonsolidasi semua pabrik-pabrik akan kita panggil,dan membicarakan tentang bagaimana caranya kita bisa mencapai angka yang sudah disebut oleh menteri pertanian,di harga 1.350 rupiah.Pemerintah juga akan merumuskan formulasi bantuan yang kira-kira bisa dirasakan oleh petani ubi.Ini kita masih Bersyukur ya ,di Sumatera Utara relatif aman, sementara di Lampung demonstrasi petani ubi itu sudah relatif rusuh, nah jadi ini merupakan peringatan pada pemerintah untuk segera memberikan respon yang tepat untuk bisa menyelamatkan nasib petani ubi kita dan kami akan kawal isu ini sampai benar-benar petani-petani kita itu mendapatkan solusi”tandas politisi partai Gerindra dan saat ini menjabat Ketua DPC Partai Gerindra kota Pematangsiantar ini.
Sebagai informasi dasar, seperti diwartakan sebelumnya,bahwa sejumlah petani ubi kayu di wilayah kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, Sumut,mengeluhkan keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. Bumi Sari Prima atau pabrik pengolahan tapioka dan harga jual dibawah ketetapan Pemerintah yang baru baru ini diumumkan Menteri Pertanian harga singkong secara nasional sebesar Rp 1.350 per kilogram.
Hal tersebut diketahui berdasarkan pengakuan petani ubi kayu di Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Selasa,(06/05/2025).Kondisi ini membuat mereka merugi dan merasa tidak mendapatkan manfaat dari program swasembada pangan yang digalakkan pemerintah pusat.
Petani lokal, salah satunya sebut saja Slamet (47) (nama samaran), mengaku bahwa sejak lama menggeluti pertanian ubi kayu, namun hingga kini belum merasakan kesejahteraan, selain harga selalu murah kadang pembayaran juga lamban oleh PT.Bumi Sari Prima.
“Anggap saja menabung, Pak. Kalau hasilnya hanya cukup makan, ya beginilah nasibnya,” ujar Slamet kepada wartawan media ini.
Slamet menuturkan bahwa hasil panen ubi kayu di lahannya bisa mencapai 18–25 ton per hektar jika dirawat dengan baik. Namun, tantangan utama bukan hanya di produksi, melainkan di pembayaran dan harga.
“Pembayaran dari pabrik biasanya paling cepat dua minggu, kadang sampai satu bulan. Ini sudah berlangsung lebih dari empat tahun,” ungkapnya.
Terkait hal ini wartawan Coba menyambangi Herbet Purba selaku Humas PT Bumi Sari Prima pabrik pengolahan ubi kayu di kawasan tersebut, saat dikonfirmasi awak media ini pada hari Selasa, (06/05/2025) sekitar pukul 14.00 WIB di ruangannya mengakui adanya keterlambatan pembayaran kepada petani.
Menurutnya, hal ini disebabkan oleh lambatnya pembayaran dari distributor yang membeli tepung hasil produksi mereka.
“Distributor membayar ke kita juga lama. Jadi, kondisi keuangan perusahaan sedang terganggu,” jelasnya.
Herbet mengatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan kapan sistem pembayaran bisa kembali normal. Ia berharap, dalam beberapa bulan ke depan, kondisi keuangan perusahaan membaik.
“Saya belum bisa memastikan waktunya, tapi kalau situasi membaik, pembayaran akan kembali seperti biasa,” katanya.
Sementara itu kata Purba, harga ubi kayu per kilogram saat ini berada di angka Rp1.050. Namun, nilai tersebut dinilai belum mampu menutupi biaya produksi dan kebutuhan hidup petani secara layak.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pematangsiantar yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam pengawasan rantai pasok dan perlindungan petani, belum berhasil dikonfirmasi hingga berita ini diterbitkan.Namun media Sinar Global Nusantara selaku Inspirasi Rakyat Nusantara akan terus melakukan control terkait permasalahan ini.(SGN/L30/R01)
Discussion about this post