Simalungun, Sinarglobalnusantara.com-
Dugaan praktik pengutipan liar (pungli) yang tidak transparan kini mencuat di lingkungan SMP PTPN IV Dosin. Setelah sebelumnya muncul informasi adanya pengumpulan dana dari siswa tanpa persetujuan para wali siswa.Saat dikonfrimasi Wakil Kepala Sekolah, Julhadi Siregar, secara terang-terangan membenarkan bahwa terdapat pengutipan uang Hari Guru sebesar Rp 25.000 per siswa, dengan jumlah murid sekitar 115 siswa. Jika diperhitungkan maka total dana yang dikumpulkan diperkirakan mencapai Rp 2.875.000.
Namun yang menjadi sorotan utama adalah mekanisme pengutipan yang diduga tidak sesuai prosedur. Julhadi Siregar menyatakan bahwa keputusan pengumpulan dana tersebut tidak melalui rapat orang tua murid, dan hanya diputuskan melalui rapat OSIS, tanpa sepengetahuan wali murid.
“Benar, ada pengutipan dua puluh lima ribu per siswa. Itu keputusan rapat OSIS,” ujar Julhadi Siregar saat dikonfirmasi. Ia juga mengakui bahwa orang tua siswa tidak dilibatkan dalam keputusan tersebut.
Sejumlah warga dan orang tua murid yang mengetahui hal ini menilai tindakan tersebut sangat tidak etis, mengingat kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang sulit. “Ditengah himpitan ekonomi seperti sekarang, masih saja ada pihak sekolah yang memainkan pungutan. Ini jelas tidak manusiawi,” ucap salah satu orang tua murid yang enggan disebutkan namanya demi menjaga kenyamanan anaknya di sekolah tersebut.
Namun sangat disayangkan Kepala Sekolah SMP PTPN IV Dosin terkesan cuci tangan perihal pungutan tersebut, karena saat dikonfirmasi Sugiharti mengaku tidak mengetahui adanya pengutipan tersebut.
Hal ini memunculkan tanda tanya besar: bagaimana mungkin kegiatan pungutan yang melibatkan seluruh siswa bisa dilakukan tanpa sepengetahuan kepala sekolah.
Jika pungutan tersebut benar dilakukan tanpa musyawarah dan persetujuan orang tua, maka tindakan ini berpotensi melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara jelas menegaskan Satuan Pendidikan dilarang melakukan pungutan yang bersifat wajib, bahkan setiap penggalangan dana wajib melibatkan komite sekolah dan harus disetujui orang tua,sehingga bisa disimpulkan dugaan praktik pungutan ini masuk dalam kategori pungutan liar (pungli) karena dilakukan tanpa persetujuan resmi dan tanpa proses musyawarah sebagaimana diatur dalam regulasi.
Publik kini menantikan langkah tegas dari Aparat Penegak Hukum dan Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, untuk menelusuri dugaan pungutan liar ini, demi menjaga integritas pendidikan dan melindungi hak-hak siswa serta orang tua.
“Ini sudah sangat meresahkan. Jangan sampai sekolah menjadi tempat ladang pungutan dengan dalih-dalih perayaan tertentu,” ujar warga.(SGN/TS)











































Discussion about this post