Banda Aceh, Sinarglobalnusantara.com-
Majelis Adat Aceh (MAA) menekankan pentingnya pelatihan adat gampong yang selaras dengan prinsip Restorative Justice dan KUHP Nasional. Hal ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) dan Evaluasi Peradilan Adat Gampong di Kabupaten Bireuen, Selasa, 16 September 2025.
Wakil Ketua MAA, Drs. Syaiba Ibrahim, MS, membuka acara tersebut mewakili Ketua MAA, Prof. Yusri Yusuf, yang sedang menunaikan ibadah Umrah. Beliau berharap rakor ini menghasilkan rekomendasi untuk memperkuat Peradilan Adat Gampong.
Rakor ini diikuti oleh 40 peserta, termasuk pimpinan MAA Kabupaten Bireuen, Imum Mukim, Keuchik, dan tokoh perempuan. Kepala Sekretariat MAA, Dr. Syukri Yusuf, menjelaskan bahwa kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber berpengalaman di bidang penyelesaian masalah adat gampong:
– Dr. Taqwaddin, SH, SE, MS: Akademisi Hukum Universitas Syiah Kuala (USK) dan Hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh.
– AKBP Ruslan Syafei, MSi: Ditbinmas Polda Aceh.
– Saidan Nafi, SH, MH: Mantan birokrat pemerintahan.
Dr. Taqwaddin, dalam sesinya, membahas Peradilan Adat Gampong dalam KUHP Nasional. Ia menjelaskan bahwa KUHP Nasional yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026 mengakui hukum yang hidup dalam masyarakat, termasuk hukum adat dan hukum pidana adat.
KUHP yang berlaku saat ini, produk kolonial, menekankan penjeraan dan balas dendam, serta tidak mengakui hukum adat. Sebaliknya, KUHP 2026 mengedepankan Restorative Justice, yaitu perdamaian untuk pemulihan dan keharmonisan masyarakat.
Pasal 2, Pasal 12, Pasal 66, dan Pasal 597 KUHP Nasional 2026 secara jelas mengakui hukum pidana adat. Untuk implementasi yang lebih mudah, Dr. Taqwaddin menyarankan MAA untuk mengusulkan Qanun Aceh tentang Pidana Adat kepada DPRA atau Pemerintah Aceh. “Langkah ini penting agar materi Pidana Adat Gampong diatur dalam qanun, sehingga memudahkan penegakan hukum. Contohnya, larangan melaut bagi nelayan pada hari Jumat, yang selama ini belum diatur sanksinya secara tertulis,” ujarnya.
Selain itu, Dr. Taqwaddin juga menekankan perlunya pelatihan Peradilan Adat Gampong bagi Imum Mukim, Imum Seumeujid, Sekretaris Mukim, Keuchik, Tuha Peut, Imum Meunasah, Sekretaris Gampong, dan lainnya. “Pelatihan ini penting dilakukan lagi setelah lama terhenti. Banyak pimpinan mukim dan gampong yang tidak paham tentang Adat Gampong, padahal peran keuchik dan mukim sebagai Hakim Peradilan Adat adalah kekhususan dalam UUPA,” tambahnya. Saran ini mendapat apresiasi dari seluruh peserta rapat.(SGN/Rizki)
Discussion about this post