Simalungun,Sinarglobalnusantara .com
Sebahagian besar Warga Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara mengkalim redistribusi program TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria) yang saat ini marak diperbincangkan ditengah masyarakat dinilai lebih menguntungkan mafia tanah yang selama ini telah menggerogoti pinggiran Tanah Hutan dengan menguasai lahan tersebut dan menanam tanaman kelapa sawit hingga ratusan hektar.
Bahkan Menurut warga bermarga Hutauruk yang bercerita kepada wartawan Sinar Global Nusantara pada hari Selasa (03/07/2024) banyak program pemerintah yang berkaitan dengan Lingkungan Kehutanan tidak betul betul menjangkau Masyarakat.Salah satu diantaranya adalah TORA,bahwa Redistribusi TORA dari kawasan hutan yang dilakukan Pemerintah era Presiden Jokowi dalam rangka mengurangi ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah yang bertujuan menciptakan keadilan, kemakmuran,dan kesejahteraan yang berbasis Agraria ternyata kurang manfaatnya pada masyarakat.
Buktinya Masyarakat yang berdomisili di sekitar wilayah Kehutanan hanya penonton saja, justru yang menguasai dan memanfaatkan lahan disekitar hamparan hutan adalah pengusaha pengusaha besar dari luar daerah,para Mafia Tanah,dan mantan mantan pejabat di lingkaran Kabupaten Simalungun.Salah satu contoh, Masyarakat yang berdomisili disekitar hamparan hutan Register 2 Sibatuloting hampir rata rata hanya penonton saja, bahkan sebagian masyarakat yang memiliki lahan seperti tapak rumah dan lahan pertanian hingga saat ini belum memiliki kejelasan soal kepemilikan tanah.
Kenyataannya meskipun sudah menduduki tanah atau rumahnya 40 hingga 50 tahun.namun hingga saat ini mulai dari program PRONA tahun 2018 hingga progam TORA 2024,masyarakat tetap saja belum bisa mengurus Sertifikat Hak Milik lahan masyarakat,begitulah kebenaran yang dialami Warga yang tinggal di sekitar hamparan Register 2 Sibatuloting,
Salah satunya di Nagori Bosar Nauli, seperti di Dusun Vll Suka Jadi, Dusun lll Silobosar/Sinono dan Dusun V Pamotangan.Bahwa sebelumnya sekitar Tahun 2018 Pemerintah Nagori melalui Gamot/Kepala Dusun memberikan informasi adanya program pemerintah tentang pengurusan sertifikat tanah atau di sebut dengan Proyek Operasi Nasional Agraria(PRONA).
Selanjutnya warga pun melengkapi persyaratan yang diminta seperti Surat Keterangan Tanah(SKT) Asli berserta Fotcopi,Fotocopi KTP serta sejumlah uang biaya administrasi.Akan tetapi sangat di sayangkan oleh sebahagian besar warga, Informasi dari Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Gamot bahwa lokasi yang mereka usulkan adalah kawasan Register 2 Sibatuloting, sehingga pengurusan sertifikat pun gagal.
Selanjutnya,antara tahun 2021-2022 ada lagi informasi dari pemerintah melalui Gamot(Kepala Dusun) bahwa akan ada program pemutihan kawasan kehutanan, dan warga harus menyerahkan foto copi Surat Keterangan Tanah(SKT) lalu warga pun memberikan persyaratan Namun tahun terus berlalu tanpa ada kabar kejelasan pengurusan.Selanjutnya diinformasian tahun 2024 ada program tentang permohonan Kukuh melalui Tanah Obyek Reforma Agraria(TORA). Banyaknya progam Pemerintah yang seperti hanya angin lalu saja membuat masyarakat bingung akan nasib lahan mereka.
Salah satunya di Dusun V Pamotangan,Nagori Bosar Nauli.begini kata warga pada wartawan “Ai so binoto na boha akka program ni pamaretta on mambaen bingung iba, na tahun 2018 mambaen sertifikat inna ni lean akka surat ni tano dohot hepeng,alai gagal do dang jadi sertifikat hape hepeng dang mulak (entah bagaimana pun program pemerintah ini bikin bingung orang, tahun 2018 katanya bikin sertifikat kami kasih Surat Tanah dan uang,tapi gagal juga tidak jadi sertifikat sedangkan uang tidak kembali )”Tukas warga saat berbincang sembari menunjukkan salah satu contoh berkas pengajuan PRONA 2018
Sama halnya yang dialami nenek berusia 65 tahun ini saat menyampaikan pendapatnya pada wartawan”Heran do iba tutu mamereng namasaon pak, so adong jelas na, tahun 2022 pe di jaloi fotocopi surat ni tano,inna laho mambaen permohonan pemutihan,nilean fotocopi surat ni tano,hape sahat tu sadari on so binoto boa jelas ni Huta pamotangan on (memang heran saya melihat yang terjadi saat ini pak, tidak ada jelasnya,tahun 2022 di mintai fotocopi surat tanah,katanya buat permohonan pemutihan,saya kasih foto copi surat tanah padahal sampai dengan saat ini saya belum tau jelasnya kampung Pamotangan ini)”tandasnya.
Sementara menurut warga lainnya belakangan tahun 2024 diketahui ada program KUKUH/ TORA di seluruh Indonesia, sementara di wilayah Dusun V Pamotangan dan Dusun Vll Suka Jadi,diketahui sudah terjadi pemetaan lapangan,namun dalam pemetaan tersebut sebenarnya masyarakat hanya mengelola sedikit lahan,melainkan lahan kehutanan tersebut sebenarnya dikuasai para pengusaha/perusahaan Kebun Kelapa sawit yang sangat sangat luas,”Bukan tidak mungkin yang kami alami pasti terjadi juga di wilayah lain yang tinggal disekitar Register Hutan, jadi menurut kami program TORA yang saat ini tidak begitu bermanfaat bagi masyarakat jika penyalurannya (Redistribusi=Red) tidak benar benar diawasi Pemerintah Pusat,maka kami minta dan mohon kepada Pemerintah agar program TORA di Kabupaten Simalungun di tinjau kembali atau digagalkan saja karena tidak menyentuh langsung masyarakat,kami juga memohon kepada pihak Badan Pertanahan Nasional(BPN) dan pihak Lingkungan Hidup dan Kehutanan(LHK) agar memberikan penjelasan tentang pemetaan lahan KUKUH atau TORA yang saat ini sedang berlangsung.
Dikutip dari berbagai sumber bahwa tersedianya sumber TORA dan terlaksananya redistribusi tanah ini merupakan salah satu amanat dari 9 program perubahan untuk Indonesia yang digagas Jokowi. Dalam hal ini, KLHK telah melakukan identifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sebanyak 4,1 juta Hektar di seluruh Indonesia.

Di Kabupaten Simalungun sendiri, diperkirakan ada 74 Desa/Nagori yang akan tersentuh program TORA tahun 2024, diantaranya ;
* Desa Marihat Tanjung
* Desa Bandar Dolok
* Desa Dolok Parmonangan
* Desa Negeri Dolok
* Desa Pondok Buluh
* Desa Siatasan
* Desa Parik Sabungan
* Desa Sirube Rube Gunung Purba
* Desa Tigaras
* Desa Togu Domu Nauli
* Desa Bawang
* Desa Marubun Lokkung
* Desa Togur
* Desa Ujung Bawang
* Desa Girsang
* Desa Sibaganding
* Desa Sipangan Bolon
* Desa Sipangan Bolon Mekar
* Desa Haranggaol
* Desa Nagori Sihalpe
* Desa Purba Pasir
* Desa Bosar Nauli
* Desa Buntu Bayu
* Desa Buntu Turunan
* Desa Parhundalian Jawa Dipar
* Desa Tonduhan
* Desa Jawa Baru
* Desa Marihat Mayang
* Desa Dipar Hataran
* Desa Panombean Hutaurung
* Desa Bandar Manik
* Desa Jorlang Huluan
* Desa Pematang Tambun Raya
* Desa Sarimattin
* Desa Sihaporas
* Desa Sipolha Horisan
* Desa Silimakuta Barat
* Desa Ujung Mariah
* Desa Ujung Saribu
* Desa Banuh Raya
* Desa Simbolon Tengkoh
* Desa Talun Kondot
* Desa Bunga Sampang
* Desa Pematang Purba
* Desa Purba Dolok
* Desa Purba Sipinggan
* Desa Tano Tinggir
* Desa Urung Pane
* Desa Bahapal Raya
* Desa Bongguron Kariahan
* Desa Siporkas
* Desa Bah Tonang
* Desa Banu Raya
* Desa Durian Banggal
* Desa Marubun Siboras
* Desa Panduman
* Desa Puli Buah
* Desa Sorba Dolog
* Desa Bandar Maruhur
* Desa Bandar Nagori
* Desa Buttu Bayu
* Desa Damakitang
* Desa Dolok Marawa
* Desa Dolok Saribu Bangun
* Desa Mariah Buttu
* Desa Nagori Dolok
* Desa Nagori Tani
* Desa Pardomuan Bandar
* Desa Pardomuan Tongah
* Desa Silou Paribuan
* Desa Simanabun
* Desa Sinasih
* Desa Bayu Bagasan
* Desa Bangun Sordang
Tentu program ini harus benar benar bermanfaat bagi masyarakat kecil dan bisa memacu perekonomian masyarakat dan berkontribusi dalam perkembangan Desa Desa disekitar hamparan Hutan,namun jika hanya memang menguntungkan para mafia tanah dan para pengusaha kebun sawit maka selayaknya ditinjau ulang dan dibatalkan.(SGN/REH/Red)
Discussion about this post