Jakarta, Sinarglobalnusantara.Com-
Prof. Dr. Apridar, S.E., M.Si., Guru Besar Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Syiah Kuala dan Ketua Umum Perkumpulan Ahli dan Dosen Republik Indonesia (ADRI) DPD Aceh, melaporkan dari Banda Aceh
Pengujung tahun 2023 kami para penulis—Prof Apridar dan Dr Rita Meutia (Universitas Syiah Kuala), Prof Nugraha Edhi (Institut Pertanian Bogor), Dr Agus Trihandoyo (Universitas Siber Indonesia), Yosa Novia (Universitas Putra Indonesia), dan Nur Rahmah (Universitas Tadulako)—telah merampungkan buku referensi bagi pelaksana serta pegiat pendidikan di Nusantara.
Buku hasil kolaborasi para akademisi tersebut merupakan luaran dari penelitian dengan Tajuk INSERT: Model Pengembangan Kepala Sekolah Berbasis Literasi dan Teknologi untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Dasar di Wilayah Marginal Indonesia. Program ini dibiayai selama tiga tahun oleh Kemdikbudristek Dikti Rp300 juta untuk tahun pertama dan telah melahirkan berbagai konsep serta materi bagi kepala sekolah, guru, dan para pihak yang terlibat dalam pendidikan dasar khususnya.
Selain luaran wajib yaitu buku, penelitian yang dilakukan dari Aceh hingga Papua tersebut juga memiliki luaran tambahan, yaitu HAKI, jurnal bereputasi, keynote speaker di konferensi internasional, prosiding terindeks Scopus, dan Insert Tools. Melakukan pembenahan pendidikan melalui penelitian ilmiah merupakan salah satu jalan terbaik dalam menata pendidikan ke depan yang lebih baik.
Sejak awal berdiri, Indonesia telah bercita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun sayangnya, sampai kini masih banyak permasalahan dalam bidang pendidikan. Maka, harus diakui bahwa kualitas sekolah di Indonesia masih rendah, apalagi jika melihat sekolah marginal di pelosok, pedalaman, urban, atau perbatasan.
Kualitas pendidikan kita masih berada di bawah rata-rata negara berkembang lainnya. SDM berkualitas bisa dihasilkan dari pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berkualitas bisa diwujudkan dengan meningkatkan kualitas sekolah. Salah satu faktor penentu kualitas sekolah adalah kepemimpinan pendidikan. Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memegang peranan penting mewujudkan sekolah bermutu.
Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 merupakan konsep yang pertama kali berkembang di Jepang. Konsep ini tak hanya berdampak bagi Jepang, tetapi juga bagi seluruh negara di dunia. Setiap negara dituntuk agar mampu melakukan adaptasi teknologi, termasuk Indonesia. Hal ini karena ke depannya, teknologi akan memengaruhi segala aspek kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan dan pengasuhan anak.
Teknologi yang kian berkembang bahkan memengaruhi perkembangan setiap generasi. Hal ini tergambar dari kategorisasi generasi baby boomers hingga generasi Alfa sebagai dampak perkembangan teknolgi dan informasi. Oleh sebab itu, setiap orang tua bahkan pendidik harus memiliki kecakapan agar bisa mendidik generasi Z dan Alfa yang saat ini sangat terpapar teknologi. Hal ini bahkan diperparah oleh pandemi Covid-19 yang kini meningkat lagi kasusnya di Indonesia. Pembelajaran jarak jauh pun mulai digalakkan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus. Guru dan orang tua dituntut mampu berkolaborasi dalam mendidik anak. Bahkan, guru harus mampu menyajikan model pembelajaran yang menarik sehingga tidak membosankan bagi peserta didik.
Menurut data UNDP (2021), indeks kualitas hidup Indonesia menempati urutan ke-107 dari 189 negara. Meski menunjukkan peningkatan, Indonesia masih menduduki peringkat IPM rendah di kawasan Asia-Pasifik dengan tingkat pembangunan manusia sedang. Peringkat ini masih jauh di belakang Singapura (9), Brunei Darussalam (43), Malaysia (61), Thailand (77), dan Filipina (106). Apalagi dibandingkan dengan negara macan Asia seperti Hong Kong, Jepang, dan Korea Selatan.
Begitu pula dengan keadaan kemampuan literasi Indonesia, khususnya keterampilan membaca. Hasil riset Center for Social Marketing (CSM) berdasarkan jumlah buku yang dibaca dalam setahun, Indonesia adalah 0 buku. Sedangkan Jepang (22 buku), Swiss (15 buku), Kanada (13 buku), Rusia (12 buku), Brunei (7 buku), Singapura (6 buku), dan Thailand (5 buku).
Jumlah penduduk miskin di Indonesia 26,36 juta (BPS, 2022). Sementara itu, seiring dengan berlanjutnya urbanisasi, jumlah absolut penduduk miskin di perkotaan akan terus meningkat, dari 45 persen laju urbanisasi saat ini menjadi 70 % pada 2030. Data tersebut menunjukkan potensi peningkatan kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun cukup besar. Kemiskinan sering menjadi masalah yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.(SGN/Red)














































Discussion about this post