Jakarta, Sinarglobalnusantara.com-
Demi mewujudkan pemilu yang lebih berkualitas dan sederhana,Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dan Pemilu daerah tidak lagi dilakukan secara serentak mulai tahun 2029. Putusan ini menandai berakhirnya skema “Pemilu lima kotak” yang selama ini menggabungkan pemilihan legislatif (DPR,DPRD Provinsi , DPRD Kabupaten Kota),serta pemilihan Presiden/Wakil Presiden serta Kepala Daerah dalam satu waktu.
Kemarin dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, (Kamis 26/2025), Ketua MK.Suhartoyo, menjelaskan bahwa pemisahan waktu antara Pemilu nasional dan daerah bertujuan untuk mewujudkan pemilu yang lebih berkualitas, sederhana, dan memberi ruang lebih luas bagi pemilih untuk memahami serta menentukan pilihannya secara tepat.
“Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujar Suhartoyo.
Adapun yang menjadi pertimbangan MK menilai bahwa penyelenggaraan Pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden) yang terlalu berdekatan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menyulitkan masyarakat untuk menilai kinerja pemerintahan hasil pemilu sebelumnya. Hal ini juga dinilai mengaburkan fokus pada isu-isu pembangunan daerah.
“Masalah pembangunan daerah tak boleh tenggelam di tengah isu nasional yang dominan. Daerah punya kebutuhan dan dinamika sendiri yang harus mendapat perhatian,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Selain itu, Mahkamah juga menilai bahwa waktu yang sempit antara dua pemilu besar berisiko terhadap stabilitas partai politik. Menurut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, partai politik menjadi sulit menyeleksi dan menyiapkan kader terbaik,Selain itu, Mahkamah juga menilai bahwa waktu yang sempit antara dua pemilu besar berisiko terhadap stabilitas partai politik. Menurut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, partai politik menjadi sulit menyeleksi dan menyiapkan kader terbaik, sehingga cenderung terjebak dalam proses pencalonan yang transaksional dan pragmatis.
“Partai politik tidak memiliki cukup waktu untuk merekrut calon legislatif dan eksekutif di berbagai level, terutama saat bersamaan juga harus menyiapkan pasangan calon presiden-wakil presiden,” jelas Arief.
Dari sisi pemilih, Mahkamah menggarisbawahi adanya potensi kejenuhan publik jika dihadapkan dengan agenda pemilu beruntun, yang dapat menurunkan kualitas pemilihan dan keterlibatan pemilih secara sadar.
Putusan ini merupakan hasil dari pengujian terhadap Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Gugatan diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dengan putusan ini, Pemilu 2029 akan menjadi momentum pertama bagi pelaksanaan pemilu terpisah antara nasional dan daerah. Pemilu Presiden, DPR, dan DPD akan dilaksanakan lebih dahulu, disusul Pilkada serta pemilihan anggota DPRD dengan rentang waktu dua hingga dua setengah tahun kemudian.
Pemerintah, KPU, dan seluruh pemangku kepentingan kini dihadapkan pada tantangan untuk menyusun jadwal dan teknis pemilu yang baru, sekaligus memastikan agar pelaksanaannya tetap menjamin partisipasi dan kualitas demokrasi.
Adapun skema Pelaksanaan Pemilu Serentak Nasional dan Daerah sebagai berikut:
1.Penyelenggaraan Pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan periode masa jabatan saat ini 2024-2029,pemilu berikutnya sudah jelas akan dilaksanakan pada tahun 2029.
2.Penyelenggaraan Pemilu Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota,akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan periode masa jabatan saat ini 2025-2031, pemilu berikutnya akan dilaksanakan pada tahun 2031.
3.Penyelenggaraan Pemilu Daerah (DRPD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota , dengan masa jabatan 2024-2031, sehingga pemilu berikutnya akan dilaksanakan pada tahun 2031.(SGN/Red)
Discussion about this post