Simalungun, Sinarglobalnusantara.com
Kesejahteraan petani merupakan salah satu tolak ukur pada kekuatan dan kebangkitan dalam sebuah negara, dimana keberlanjutan sistem pangan dan jaminan ketersediaan pangan jangka panjang hanya bisa disumbangkan para petani yang sejahtera,sehingga sebenarnya pemerintah harus memastikan kondisi para petani agar hidup dengan layak dan memiliki akses terhadap sumber daya, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas dasar lainnya bagi para petani.
Namun sering kali para petani tidak mendapatkan sumber daya sesuai dengan pola pertanian yang baik.Banyak petani di daerah pedesaan masih menghadapi akses yang terbatas terhadap sumber daya seperti lahan, pupuk, benih, air, dan pola teknologi pertanian yang modern, tentu hal ini menghambat produktivitas dan pendapatan petani,sehingga wahana rakyat harus sejahtera serta program ketahanan yang digalakkan pemerintah hanya sebatas wacana saja
Seperti yang terjadi di Kecamatan Ujung Padang, Kabupaten Simalungun,Sumatera Utara.Bahwa petani sering merasa kesulitan untuk mendapatkan sumber daya berupa pupuk subsidi yang telah digelontarkan pemerintah dan sumber daya air,setiap kali musim tanam tiba maka para petani akan berperang melawan keadaan pahit di lapangan.
Menurut marga Simanjuntak salah satu petani dari Desa/Nagori Sei Merbau,Ujung Padang,adapun regulasi atau aturan yang sering berubah ubah dan kurangnya soalisasi kepada para petani kerap menjadi masalah tersendiri dikalangan petani, seperti sebelumnya untuk mendapatkan pupuk bersubsidi para petani harus menunjukan Kartu Tani,tanpa kartu tersebut maka petani tidak diberikan pupuk,anehnya pada musim tanam berikutnya untuk penebusan pupuk petani cukup menunjukkan KTP asli dan fotokopi, namun ada juga yang tidak diberikan pupuk alasan tidak terdaftar di e_RDKK(elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok ).
Selain sulitnya mendapatkan pupuk,para penyalur diduga ada bermain harga diatas HET (Harga Eceran Tertinggi),dimana untuk Urea petani harus membeli dengan harga 165.000 rupiah per zak,dan pupuk Phonska seharga 170.000 rupiah per zak,padahal sesuai HET yang ditetapkan pemerintah berdasarkan Permentan Nomor 49 Tahun 2020 untuk harga Urea 112.500 rupiah per Zak, sedangkan HET Phonska 115.000 per zak, selain itu,beda lagi dengan yang tidak memiliki kartu tani harus rela membeli dengan harga sesuai yang ditentukan penyalur.
Sementara menurut Simanjuntak, pupuk subsidi yang mereka terima tidak sesuai dengan luas lahan yang mereka kelola,”Ladang yang saya kerjain bang kurang lebih 25 rante atau 1hektar,tapi pupuk subsidi yang saya terima hanya dikasi 3 zak, untuk minta tambah tidak diberikan lagi padahal pupuk saya lihat menumpuk di gudang milik Sirobet itu,kami pun tidak tahu mau kemana lagi cari pupuk subsidi karena setahu kami hanya UD Bersama milik si Robet Mancung ini penyedia pupuk subsidi di Ujung Padang ini,jika begini bagaimana padi kami bisa bagus kalau pupuknya 3 Zak untuk 1 hektar”tandasnya Rabu,(04/09/2024)
“Yang lebih anehnya lagi bang, 4 hari yang lalu saya datang ke gudang pupuknya masih ada banyak pupuk disitu,besoknya saya datangi pupuknya udah habis atau hilang entah kemana, jadi kita berpikir jangan jagan pupuk subsidi ini sebagian dialihkan ke tempat lain atau bisa jadi dijual ke pemilik kebun sawit, karena disini kan bang banyak pengusaha sawit yang memiliki lahan luas,jadi kami mohon agar Pemerintah Kabupaten Simalungun melalui dinas terkait memperhatikan kondisi pertanian kami disini, salain itu kami minta kepada pihak kepolisian melakukan penyelidikan penyaluran pupuk subsidi di wilayah kami ini, karena kuat dugaan banyak penyimpangan demi meraup untung besar, selain itu harga juga kami anggap terlalu mahal”ungkapnya.
Tidak hanya persoalan pupuk, petani juga sulit memperoleh sumber daya berupa air untuk kebutuhan tanaman padi, seperti diwartakan sebelumnya bendungan air yang berada di Huta IV,Nagori Sei Merbau,Kecamatan Ujung Padang, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mengalami rusak parah selama 4 tahun terakhir, Namun hingga saat ini belum juga diperbaiki.Akibatnya,ratusan hektar sawah warga terancam tidak dapat ditanami padi lagi, sehingga mengancam mata pencaharian utama masyarakat setempat.
Terpantau di lapangan pada hari Kamis (25/07/2024), akibat bendungan air yang jebol dan tak kunjung diperbaiki pemerintah, akhirnya masyarakat sendiri turun tangan bergotong royong.”Beginilah kondisinya pak,sudah 4 tahun belum ada perbaikan dari pemerintah, dari pada menunggu yangvtak jelas ya kami gotong royong sendiri lah pak, pokoknya setiap datang hujan ya kami bergotong royong,ini sementara kami menggunakan karung goni berisi tanah sebagai penahan debit air pak,Solusi sementara ini tentu tidak memadai dan menunggu tindakan dari pemerintah”ungkap warga saat itu.

Sementara itu,Guntur Hutabarat, Kepala Dusun Huta IV menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini. “Kami berharap pemerintah, khususnya Dinas PUPR, dapat memperhatikan dan memprioritaskan perbaikan bendungan ini. Bertani padi adalah satu-satunya mata pencaharian kami di desa ini. Setiap musim tanam, seluruh warga bergotong royong dengan menggunakan karung goni plastik, yang tidak bertahan lama. Harapan kami, Bupati Simalungun Bapak Radiapoh Hasiholan Sinaga, dapat mendengarkan keluhan kami,” ujarnya pada wartawan.(SGN/Toba)
Discussion about this post